Bandung, detiknews.web.id - Puluhan mantan pekerja media berunjuk rasa di depan kantor Pikiran Rakyat (PR), Jalan Asia Afrika nomor 77, Bandung, Kamis (18/4/2024). Dengan membawa spanduk dan toa, massa yang seluruhnya merupakan mantan karyawan PR tersebut, berorasi di trotoar jalan.
Spanduk bertuliskan 'Laksanakan Amanat RUPSLB 2019 dan 2023: Jual Aset untuk Bayar Utang Pajak dan Ketenagakerjaan' dan beberapa spanduk lainnya dipajang massa di depan kantor.
Mereka menuntut hak-hak sejumlah tunjangan yang belum dibayarkan dalam waktu kurang lebih empat tahun lamanya. Massa mengklaim manajemen PR lamban menangani masalah tuntutan mereka.
"Hari ini adalah aksi yang tidak pernah direncanakan. Namun karena direksi slow respon, tidak menyelesaikan utang pada kami sejak empat tahun yang lalu, terkesan mengabaikan atau meremehkan, sehingga kami memberi peringatan. Sebetulnya kita ingin bicara saja, baik-baik saja, namun mereka malah membentengi diri, ini kan bukan budaya PR," kata Teguh Laksana, Korlap Massa sekaligus Eks Karyawan PR, Kamis (18/4/2024).
Dalam demo tersebut, terdapat tiga tuntutan yang disampaikan yakni menuntut Hak Pembayaran Uang Bekal Hari Tua (BHT), Uang Kesehatan, Uang Kompensasi/Masa Tunggu, Tunjangan Uang Makan dan Transpor, Tunjangan Jabatan, Uang Cuti dan Bonus Tahunan yang belum dibayarkan sejak dilakukan Program Pensiun Dipercepat (dirumahkan) tahun 2020.
Kedua, menolak pembatalan sepihak Perjanjian Bersama (PB) tahun 2020, dan terakhir menuntut pimpinan PR untuk menjual aset agar dapat menyelesaikan pembayaran pajak dan ketenagakerjaan.
Teguh menyebut ada beberapa komponen karyawan pensiun dini yang belum dibayarkan sejak 2019-2021 lalu. Teguh bersama 138 rekannya, mengaku telah membawa kasus tersebut ke jalur hukum dan mengajak diskusi pihak manajemen yang baru, namun merasa diabaikan.
"Dari direksi yang lama sudah bersepakat apapun kondisinya akan diberikan sekian sekian, sudah ditanda tangani. Kemudian pada September 2023 lalu berganti manajemen yang baru, tiba-tiba ada penjelasan hitungan kelebihan, salah hitung, tidak sesuai UU, padahal yang bikin peraturan itu sudah tahun 2008," ucap Teguh.
"Pesangon atau bahasanya di kami itu bekal hari tua (BHT) 25% belum dibayarkan, ada utang uang makan dan gaji kami yang masih tertahan selama covid itu dijanjikan utang secara tertulis, tapi malah diputar balikkan. Mengerikannya lagi, RUPS yang mengamanatkan aturan tersebut dilanggar. Itu gimana?," lanjutnya.
Teguh menjelaskan, perselisihan bermula ketika manajemen baru PR membatalkan Perjanjian Bersama (PB) secara sepihak. Pembatalan disebut dilakukan tanpa ada kesepakatan, dengan para karyawan yang masuk dalam program pensiun dipercepat.
Di lain sisi, tahapan hukum masih berlangsung dan kedua pihak hendak melakukan mediasi dengan kuasa hukum dan Disnaker Kota Bandung. Diketahui, para karyawan yang berdemo menuntut akumulasi utang perusahaan senilai Rp13-14 miliar.
"Uang pensiun kami bahkan jadi alat negosiasi, padahal itu kan sudah sesuai undang-undang. Hak pesangon kan tidak bisa dinegosiasi. Teman-teman merasa diintimidasi karena itu bukan dialog musyawarah," katanya.
"Kita ingin baik-baik membicarakan tapi kesabaran kawan-kawan sudah habis karena manajemen slow respon. Itu kan hak kita bekerja, uang makan dll. Waktu itu sudah sepakat terutang. Kami minta PB yang lama harus berlaku lagi dan hak harus dibayarkan dengan cara jual aset. Itu amanat RUPS. Ini bukan soal uang lagi, tapi sudah soal harga diri," imbuh Teguh.
Tanggapan Perwakilan Pihak Manajemen
Dikonfirmasi terpisah, Legal Corporate PT Pikiran Rakyat Bandung (PRB), Makki Yuliawan menyayangkan aksi unjuk rasa tersebut. Ia menyebut, direksi tidak dapat hadir dan menanggapi sebab baru mengetahui adanya demo pada sehari sebelumnya.
"Kami sangat menyayangkan, tidak perlu lah ada demo-demo. Kan mereka juga sudah memberi surat kuasa ke kuasa hukum. Meski aspirasi adalah hak pribadi, tapi sudah memberikan kuasa tersebut. Kami tidak akan menanggapi, tapi sangat keberatan dengan aksinya. Ini bisa melanggar hak privasi seseorang juga dan UU ITE karena ada berita yang ke sosmed juga," ucapnya saat dihubungi detikJabar.
"Saya sudah memberikan legal advice PT PRB tidak menanggapi atau tidak hadir, karena menghormati upaya eks karyawan yang sudah menunjuk pengacara dan kuasa hukum," lanjutnya.
Makki menyebut, pihak manajemen saat ini perlu melakukan koordinasi dengan manajemen lama, sembari melihat catatan keuangan di masa lalu. Selain itu, pihak manajemen juga perlu menimang aturan hukum dan aturan perusahaan yang ada.
"Sebetulnya mereka tidak perlu sampai menuntut begitu lama, dua tahun yang lalu sudah momen yang bagus (untuk demo). Kalau manajemen yang sekarang kan belum ada satu tahun menjabat. Kami perlu meluruskan, pesangon atau BHT itu sudah dibayarkan. Bahkan ada juga catatan di saya, ambil contoh salah satu pegawai dibayarkan sampai Rp560 juta, 60 kali gaji. Sudah melebihi dari pensiun normal," katanya menjelaskan.
"BHT semua sudah dibayarkan kepada semua eks karyawan baik yang pensiun normal maupun pensiun dipercepat. Nominalnya di atas aturan UU yang ada. Kalau yang demo ini menuntut kebijakan lainnya. Ini harus dibicarakan bersama lagi," imbuh Makki.
Sementara itu terkait adanya tudingan desakan PB baru secara sepihak, Makki menjelaskan pemanggilan setiap mantan karyawan dimaksudkan untuk menjelaskan penghitungan yang ada.
Makki menyebut, surat perjanjian bersama telah mengalami perubahan sejak tahun 2008, 2019, dan 2020. Aturan tersebut kemudian harus disesuaikan dengan peraturan dan kemampuan perusahaan.
"Kan ada masa waktu jabatan, mungkin ada nunggak absensinya, jadi manajemen undang satu persatu. Uang makan ya sebetulnya remeh temeh juga, tidak signifikan jumlahnya. Dulu perusahaan masih mampu mberikan lebih, jumlah itu akan menimbulkan ketidak adilan dengan yang pensiun normal. Jadi ada penyesuaian," ujarnya.
"Mereka kan bagian juga dari perusahaan. Jadi ini masalah hubungan industrial manajemen dan karyawan, sudah ada forumnya dan tidak perlu demo. Mereka sudah menunjuk kuasa hukum ya kami sangat menghormati. Kita menunggu panggilan mediasi dari Disnaker Kota Bandung dan akan difasilitasi dengan pihak yang netral," tambah Makki.
(red.alz)
Social Header