Breaking News

3 Alasan Vladimir Putin akan Temui Kim Jong Un di Korea Utara


 Jakarta, detiknews.com - Presiden Rusia Vladimir Putin akan mengunjungi Korea Utara (Korut) dan bertemu Kim Jong Un mulai hari ini. Kunjungan ini akan menjadi kali pertama bagi Putin menyambangi Pyongyang sejak 24 tahun lalu saat Kim Jong-il masih berkuasa.

Kremlin telah mengonfirmasi tentang rencana kunjungan Presiden Rusia Vladimir Putin ke Korea Utara yang diagendakan pada Selasa (18/6/2024).

Kepastian ini mengakhiri spekulasi yang berlangsung selama berbulan-bulan tentang kunjungan tersebut.

Sebelumnya, rencana kunjungan Putin ke Pyongyang diungkapkan secara resmi oleh pejabat dari Kantor Kepresidenan Korea Selatan ke wartawan saat kunjungan kenegaraan Presiden Yoon Seok-yeol ke Kazakhstan.

Ada pula laporan yang menyebutkan Pyongyang mulai melakukan persiapan guna menyambut kunjungan Presiden Putin.

Putin menerima undangan dari Kim Jong Un pada September tahun lalu, setelah mereka melakukan pertemuan puncak di Kosmodrom Vostochny, Rusia.

Jika pertemuan pemimpin Korea Utara-Rusia tahun lalu itu sebagai upaya meletakkan dasar hubungan antarkedua negara, beberapa analis menilai, kunjungan kali ini akan menjadi langkah penting untuk menunjukkan kemajuan signifikan yang telah dicapai.

Dalam pertemuan di Korut ini, perhatian global tertuju pada kemungkinan peningkatan hubungan kerja sama militer Rusia-Korut, seperti pertukaran senjata dan program nuklir.

Pertemuan ini juga disebut dapat menjadi peluang memperkuat kerja sama di berbagai bidang, termasuk ekonomi, masyarakat, budaya, pertanian, dan pariwisata.

Namun, Kim Dong-yup, profesor dari Universitas Studi Korea Utara, di Korsel, mengatakan pertemuan ini kemungkinan lebih seperti 'sebuah acara' daripada forum diskusi mendalam yang menyepakati hasil nyata.

BBC merangkum tiga alasan mengapa Putin dan Kim Jong-un ingin menjalin 'pertemanan' dalam aksi kunjungan saling balas mereka.

ReutersKunjungan ini akan menjadi kali pertama bagi Putin menyambangi Pyongyang sejak 24 tahun lalu saat Kim Jong-il masih berkuasa.

Militer: Rusia ingin senjata, Korut butuh teknologi
Amerika Serikat baru-baru ini mengizinkan Ukraina menggunakan senjata buatannya di wilayah Rusia.

Ketika invasi Rusia ke Ukraina terus berlanjut selama lebih dari dua setengah tahun, ketergantungan antara Korea Utara dan Rusia - dalam pasokan militer- semakin menguat.

Nam Sung-wook, profesor Departemen Unifikasi dan Diplomasi Universitas Korea, mengatakan bahwa agenda inti kunjungan Putin ke Korut adalah "tentang berapa banyak lagi senjata buatan Korea Utara yang akan diberikan kepada Rusia di masa depan."

Dia meyakini bahwa kedua pemimpin itu akan melakukan lebih dari sekedar kesepakatan jangka pendek, yang berpusat pada penyediaan senjata konvensional bagi Korea Utara.

Putin dan Kim Jong-un, menurutnya, diperkirakan akan menyepakati kerja sama militer yang sangat erat, seperti pengembangan sistem senjata bersama.

Getty ImagesBaru-baru ini, Amerika Serikat, pendukung terbesar Ukraina, mengizinkan Ukraina menyerang daratan Rusia dengan menggunakan senjata buatannya.

Korut juga diperkirakan akan menginginkan sesuatu yang lebih dari sekadar makanan dan bahan bakar sebagai imbalan atas penyediaan senjata ke Rusia.

Profesor Nam memperkirakan bahwa Korea Utara, yang gagal meluncurkan satelit pengintaian militer Mei lalu, akan meminta bantuan teknis dari Rusia tentang teknologi ruang angkasa pada pertemuan ini.

Korea Utara akan membutuhkan bantuan dari Rusia, negara yang maju dalam teknologi luar angkasa, agar dapat meluncurkan lebih banyak satelit.

Korea Utara juga diperkirakan akan meminta dukungan teknologi Rusia untuk meningkatkan resolusi satelit pengintainya dan mengembangkan kapal selam nuklir.

Profesor Nam menilai diskusi apa pun tentang senjata nuklir kemungkinan tidak akan dipublikasi.

Saat ini, Presiden Putin bereaksi sensitif terhadap masuknya senjata Barat ke Ukraina dan mengancam daratan Rusia, bahkan mengisyaratkan kemungkinan penggunaan senjata nuklir.

Namun, kerja sama senjata nuklir di Semenanjung Korea dan Asia Timur Laut akan memicu reaksi keras dari negara-negara tetangga dan negara lain seperti Amerika Serikat dan China, kata Nam.

Oleh karena itu, topik-topik terkait nuklir ini diperkirakan tidak akan terungkap ke publik saat pertemuan ini berlangsung.

Rusia ingin tenaga kerja, Korut mau mata uang asing
Getty Images'Koryo', sebuah restoran Korea Utara yang sebelumnya beroperasi di Moskow.

Rusia dan Korut diperkirakan juga akan membahas perluasan kerja sama ekonomi.

Kang Dong-wan, profesor ilmu politik dan diplomasi dari Universitas Dong-A, mengatakan yang paling dibutuhkan Korea Utara dari Rusia adalah "pendapatan devisa dari para pekerja."

Artinya, ujarnya, Korea Utara kemungkinan akan mengirimkan lebih banyak pekerja ke Rusia.

Sebaliknya, Rusia juga membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan rekonstruksi bangunan dan infrastruktur yang rusak akibat perang, serta menghidupkan kembali perekonomian.

Kang mengatakan kedua pemimpin mungkin akan berdiskusi untuk mendatangkan pekerja migran dari Korut.

Alasannya Rusia menghadapi kekurangan tenaga kerja yang parah akibat mobilisasi pasukan dan hengkangnya generasi muda ke luar negeri setelah perang di Ukraina.

Namun, sanksi Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara melarang warganya bekerja di luar negeri. Selain itu, seluruh pekerja Korut yang sebelumnya dikirim ke luar negeri pun harus dipulangkan paling lambat tanggal 22 Desember 2019.

Oleh karena itu, jika Rusia yang merupakan anggota tetap Dewan Keamanan, secara resmi berupaya mempekerjakan pekerja Korea Utara, hal ini kemungkinan besar akan menimbulkan dampak besar di komunitas internasional.

Semua perhatian internasional akan tertuju pada bagaimana kedua negara akan menjalankan kerja sama ekonomi di tengah reaksi internasional dan tekanan diplomatik.

Pertukaran budaya: Apakah pariwisata ke Korut sedang naik daun?
Rusia telah melanjutkan tur grup pariwisata ke Korea Utara sejak Februari lalu, yang sebelumnya sempat ditangguhkan akibat pandemi Covid-19.

Selain itu, layanan kereta penumpang antara Korut dan Rusia kembali dioperasikan sejak 6 Juni lalu, untuk pertama kalinya sejak empat tahun lalu.

Lebih dari 400 wisatawan Rusia mengunjungi Korut dari Februari hingga Mei 2024, menurut pemerintah Primorsky Krai sebuah pemerintah regional Rusia.

Agen perjalanan Rusia, Vostok Intru, telah menawarkan paket tur ke Korea Utara selama lima hari empat malam dengan harga Rp12,3 juta (US$750) di situs webnya yang dapat dipesan hingga September.

Di situs agen perjalanan itu juga dicantumkan berbagai produk wisata seperti wisata Gunung Baekdu, wisata sejarah Korea Utara, dan perayaan peringatan Perang Korea.

Lalu, mengapa pariwisata di Korea Utara menjadi lebih aktif akhir-akhir ini? Kim Dong-yup, profesor dari Universitas Studi Korea Utara, menjelaskan, "Pariwisata bukan sekadar sarana untuk mendapatkan mata uang asing, tetapi juga memainkan peran penting dalam meningkatkan hubungan melalui pertukaran langsung antarmanusia." .

Korea Selatan bisa punya peran kunci dalam Perang Rusia-Ukraina
Perang propaganda Korsel dan Korut - Pyongyang kirim balon berisi sampah, Seoul setel musik K-Pop
Kesaksian biksu yang mengunjungi Korut 100 kali selama 30 tahun Bagaimana ajaran Buddha di Korea Utara?
Kisah pembelot Korut kirim beras dalam botol demi menolong rekan senegaranya - 'Kami mengirimkan botol-botol ini karena orang-orang sebangsa mati kelaparan'
Ia menambahkan, kunjungan warga Rusia ke Korea Utara sangat membantu dalam meningkatkan hubungan persahabatan kedua negara.

Kim Dong-yup menganalisis bahwa dengan meningkatnya kunjungan antarmasyarakat maka saling ketergantungan kedua negara pun semakin kuat, yang dapat berkontribusi dalam meredakan ketegangan militer.

Profesor Kim mengatakan kunjungan wisatawan asing juga dapat membantu melunakkan citra Korea Utara sebagai negara tertutup dan berbahaya di mata internasional.

Oleh karena itu, pariwisata Korea Utara dinilai sebagai sarana penting pertukaran sosial dan budaya serta peningkatan citra internasional, di luar aspek ekonomi.

Namun, baru-baru ini tur kelompok wisata ke Korea Utara dibatalkan karena beberapa turis khawatir dengan meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea.

Agen perjalanan Rusia, Vostok Intur, baru-baru ini juga melaporkan bahwa tur grup empat hari yang dijadwalkan pada 31 Mei dibatalkan karena kurangnya pelamar.

Terbatasnya infrastruktur pariwisata dan pembatasan pergerakan orang asing di Korea Utara mempersulit negara ini untuk mengembangkan industri pariwisata.

Profesor Kang Dong-wan memperkirakan pertemuan Korea Utara-Rusia ini bisa menjadi kesempatan untuk membahas kerja sama pariwisata.

Apa bedanya dengan kunjungan Putin 24 tahun lalu?
Getty ImagesPada bulan Agustus 2002, Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bertemu dengan Ketua Pertahanan Nasional Korea Utara Kim Jong-il (kiri) di Vladivostok, di Timur Jauh.

Pada 19 Juli 2000, Presiden Putin mengunjungi Pyongyang untuk pertama kalinya dan bertemu dengan pemimpin Korut saat itu, Kim Jong-il, ayah dari Kim Jong-un.

Ini merupakan pertemuan puncak pertama antara Rusia dan Korea Utara sejak berakhirnya Perang Dingin.

Pada saat itu, Rusia tengah berupaya untuk tampil kembali di kancah internasional, dan Korea Utara sedang berusaha meningkatkan kontaknya dengan dunia luar setelah berakhirnya 'Arduous March' atau periode bencana kelaparan pada 1990-an.

Saat itu, kedua pemimpin mengadopsi 'Deklarasi Bersama Korea Utara-Rusia', yang mencakup kerja sama bilateral dan bantuan timbal balik kedua negara, seperti membahas masalah rudal Korut dan perjanjian persahabatan.

Dalam kerja sama militer, khususnya, disepakati bahwa 'jika terjadi invasi atau situasi berbahaya, kedua negara akan segera menghubungi.'

Namun, mengingat kedekatan hubungan antara Korea Utara dan Rusia baru-baru ini, para ahli menduga bahwa perjanjian tersebut akan diperkuat pada pertemuan mendatang, berpotensi meningkatkan hubungan dari tingkat 'kontak' ke 'aliansi'.

"Di masa lalu, kunjungan Putin ke Korea Utara terjadi saat provokasi militer Korea Utara masih terbatas. Namun sekarang, hubungan militer antara Korea Utara dan Rusia semakin menguat setelah perang di Ukraina," kata Nam.

Dan, tambah Nam, pertemuan ini akan menghasilkan "kerja sama yang jauh lebih erat, hampir berupa aliansi, dibandingkan masa lalu."

Bagi Nam, perbedaan utama lain sejak kunjungan terakhir Putin adalah Korut kini memiliki senjata nuklir.

Profesor Kim melanjutkan, "Dalam situasi di mana tatanan internasional sedang dibentuk kembali seiring dengan melemahnya sistem unipolar yang berpusat pada AS, Rusia dan Korea Utara diperkirakan akan mencari cara-cara baru untuk bekerja sama demi kepentingan nasional masing-masing."

"Mengingat memburuknya hubungan antar-Korea baru-baru ini, ada kemungkinan Korea Utara akan merancang strategi diplomatik baru," tambahnya.(red.J)
© Copyright 2022 - detiknews
https://www.detiknews.web.id/p/box-redaksi.html